Pendidikan anak telah lama menjadi komoditas politik yang digaungkan dalam setiap agenda pemilihan di Indonesia. Iming-iming pendidikan cuma-cuma dan perbaikan kualitas lembaga pendidikan sering kali menarik perhatian calon pemilih. Namun, yang patut disoroti adalah sejauh mana realisasi janji politik terhadap pendidikan anak benar-benar terwujud?
Pada situs Ykpindonesia didapati data dari laporan hasil Asesmen Nasional 2023 yang menunjukkan bahwa hanya sekitar 34 % siswa SMP memenuhi kompetensi minimum literasi; lebih dari 60 % di bawah tingkat numerasi memadai. Dalam artikel ini, kita akan membahas sejauh mana janji politik terealisasi. Yuk, ikuti ulasannya.
Daftar isi:
Dinamika Politik dan Dampaknya pada Konsistensi Kebijakan Pendidikan
Landskap politik Indonesia yang dinamis sering kali berimbas pada ketidakstabilan kebijakan pendidikan.
Data dari survei Litbang Kompas (2025) mencatat bahwa 62,7% narasumber menyebutkan kebijakan pendidikan memiliki kecenderungan untuk berubah di setiap periode pergantian pimpinan. Hanya 29,5% yang menilai adanya konsistensi kebijakan meskipun terjadi transisi politik.
Ketidakkonsistenan ini menciptakan dampak riil di tingkat sekolah:
- Para tenaga pendidik harus senantiasa melakukan adaptasi terhadap kurikulum dan sistem penilaian yang mengalami pembaruan berkala.
- Proses belajar mengajar sering terganggu karena perubahan kebijakan mendadak
- Sumber daya teralihkan untuk pelatihan ulang daripada peningkatan kualitas pembelajaran
Mengutip laman Tirto, Tatang Muttaqin, Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) melaporkan informasi mengenai tingginya angka anak tidak sekolah (ATS) di Indonesia.
Dari informasi yang diuraikan, tercatat sekitar 3,9 juta anak tidak bersekolah; mencakup 881 ribu anak yang berhenti sekolah di tengah jalan, dan lebih dari satu juta anak yang sudah menyelesaikan sekolah tetapi putus studi, dan lebih dari dua juta anak yang tidak pernah mengakses pendidikan formal.
Menurut Tatang faktor ekonomi menjadi penyebab utama, yaitu sebesar 25,55 persen, diikuti oleh alasan membantu orang tua mencari nafkah sebesar 21,64 persen. Fenomena ATS ini paling banyak ditemukan pada anak-anak usia sekolah menengah, dengan kecenderungan angka putus sekolah yang semakin tinggi seiring bertambahnya usia.
Dari data Kemendikdasmen 2024 Jawa Barat menjadi penyumbang terbesar jumlah anak tidak sekolah sebanyak 5.080. Pemerintah pusat dan daerah terus melakukan upaya, tetapi tidak sedikit janji politik tentang pendidikan yang terlambat atau belum terealisasi dengan baik.
Janji-Janji Politik Dalam Sektor Pendidikan
Setiap kampanye politik selalu dipenuhi dengan janji-janji manis terkait pendidikan. Mulai dari program beasiswa massal, peningkatan gaji guru, pembangunan sekolah di daerah terpencil, hingga pengadaan teknologi pendidikan terkini. Para politisi memahami bahwa isu pendidikan adalah isu yang sangat sensitif dan dekat dengan hati rakyat.
Janji pendidikan gratis menjadi slogan politik yang paling populer namun juga paling sering tidak terealisasi secara penuh. Komitmen konstitusional dalam anggaran pendidikan (20%) belum sepenuhnya terwujud dalam praktik, karena masyarakat masih menghadapi berbagai biaya pendidikan yang harus ditanggung secara mandiri.
Contohnya, anggaran Rp5,6 miliar disediakan secara terfokus oleh Pemerintah Kabupaten Buleleng guna memenuhi kebutuhan seragam sekolah untuk 5.100 anak dari keluarga miskin. Meski menjadi bagian dari janji politik 100 hari kerja pemimpin daerah, program seperti ini masih bersifat parsial dan belum menyelesaikan masalah fundamental sistem pendidikan
Sementara ketidakmerataan fasilitas pendidikan masih menjadi kendala utama, publik makin gelisah melihat mutu pendidikan ketika wacana efisiensi anggaran berkembang. Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) dipotong Rp8,03 triliun (dari pagu awal Rp33,5 triliun).
Sedangkan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) dipotong Rp14,3 triliun (dari pagu awal Rp56,6 triliun). Sekalipun porsi anggaran pendidikan dari APBN kelihatan tidak mengalami perubahan drastis, secara nominal aktual tetap terdapat penyusutan.
Tantangan Akses dan Kualitas Pendidikan yang Berperspektif Hak Anak
Dalam Survei Litbang Kompas April 2025, permasalahan mendasar pendidikan anak Indonesia terletak pada dua aspek utama:
- Aksesibilitas: Hanya 66,2% wilayah terpencil yang memiliki akses pendidikan hingga jenjang SMA, sementara 7,2% daerah bahkan belum memiliki fasilitas pendidikan dasar yang memadai.
- Kualitas: Hanya 34,8% responden yang menilai mutu pendidikan dasar dan menengah semakin membaik, sementara 23,6% menilai stagnan atau bahkan memburuk.
Isu perlindungan hak anak mulai diintegrasikan dalam kebijakan pendidikan melalui inisiatif seperti Wajib Belajar 1 Tahun Prasekolah yang didorong masuk dalam RPJMD 2025-2029. Kebijakan ini penting karena investasi di pendidikan usia dini terbukti memberikan dampak jangka panjang terhadap kesiapan belajar dan daya saing anak.
Upaya Mewujudkan Realisasi Janji Politik Pendidikan
Untuk meningkatkan realisasi janji politik dalam bidang pendidikan, diperlukan pendekatan yang lebih sistematis dan terukur. Pemerintah perlu membuat roadmap yang jelas dengan timeline yang realistis dan indikator keberhasilan yang dapat diukur.
Transparansi dalam penggunaan anggaran pendidikan juga harus ditingkatkan agar masyarakat dapat mengawasi jalannya program-program pendidikan.
Peran serta masyarakat dalam mengawasi dan memberikan masukan terhadap kebijakan pendidikan juga sangat penting. Orang tua, guru, dan stakeholder pendidikan lainnya perlu aktif dalam memberikan feedback terhadap implementasi program-program pendidikan di lapangan.
Mengawal Realisasi Janji Politik Terhadap Pendidikan Anak
Realisasi janji politik terhadap pendidikan anak memang masih menjadi tantangan besar bagi Indonesia. Meskipun berbagai program telah diluncurkan, masih diperlukan upaya yang lebih keras dan konsisten untuk mewujudkan pendidikan berkualitas yang merata di seluruh Indonesia.
Kunci utamanya terletak pada komitmen politik yang kuat, transparansi dalam implementasi, dan partisipasi aktif masyarakat.
Sebagai orang tua dan warga negara yang peduli terhadap masa depan anak-anak Indonesia, mari kita terus mengawasi dan mendorong para pemimpin untuk menepati janji-janji mereka dalam bidang pendidikan.
Bagi Sobat WeCare yang tertarik mendukung pendidikan anak-anak, kalian bisa berdonasi melalui situs kami, WeCare.id. Bersama-sama, kita dapat mewujudkan pendidikan yang lebih baik untuk generasi masa depan.
Referensi
Anggaran pendidikan dasar dan menengah dipangkas Rp8 triliun – Bagaimana nasib guru honorer dan program pembangunan sekolah? (2025). Diambil kembali dari www.bbc.com.
Biyanto. (2024). Menunaikan Janji Politik Pendidikan Gratis-tis. Diambil kembali dari ban-pdm.id.
egsaugm. (2025). Pemangkasan Anggaran pada Kementerian Pendidikan: Efisiensi pada Kementerian atau Ancaman bagi Pendidikan? Diambil kembali dari egsa.geo.ugm.ac.id.
Gitiyarko, V. (2025). Rapuhnya Politik Kebijakan Pendidikan. Diambil kembali dari www.kompas.id.
Jumlah Siswa Putus Sekolah Menurut Tingkat Tiap Provinsi. (2024). Diambil kembali dari data.kemendikdasmen.go.id.
KHILMI, N. (2024). Pendidikan Politik bagi Siswa. Diambil kembali dari www.kompas.id.
rindrasari. (2025). Refleksi Hari Pendidikan Nasional 2025: Katanya Sekolah, Tapi Kok Tidak Belajar ? Diambil kembali dari ykpindonesia.org.
Safitri, R. D. (2025). Kesulitan Ekonomi Jadi Faktor Terbesar Anak Tak Bersekolah di RI. Diambil kembali dari tirto.id.
Sakti, M. B. (2025). Pendidikan Politik dan Peran Sekolah: Menyiapkan Anak-anak untuk Masa Depan Negara. Diambil kembali dari www.kompasiana.com.
Tim Pikiran Rakyat. (2025). Jawa Barat Catat Angka Putus Sekolah Tertinggi Nasional, Capai 612.782 Siswa. Diambil kembali dari koran.pikiran-rakyat.com.
Zulfikar, F. (2025). Efisiensi Anggaran Pendidikan, Gubes UGM: Generasi Masa Depan Bangsa Dikorbankan? Diambil kembali dari www.detik.com.
Sumber Featured Image : Husniati Salma di Unsplash