Maulid Nabi Muhammad SAW merupakan salah satu perayaan penting dalam tradisi Islam di Indonesia. Banyak sumber rujukan yang digunakan dalam acara Maulid, baik berupa hadits Maulid Nabi Muhammad SAW atau ayat Al-Qur’an. Namun hadists yang menjadi rujukan untuk perayaan Maulid tersebut masih menjadi perdebatan.
Ulama berbeda pendapat terkait hadist yang menjadi rujukan Maulid Nabi Muhammad SAW, sehingga penting untuk memahami landasan argumentasi dari kedua pihak secara objektif dan komprehensif. Artikel ini mengupas hadits, surat dan ayat Al-Qur’an yang jadi rujukan kedua kelompok tersebut.
Daftar isi:
Rujukan Hadits Maulid Nabi Muhammad SAW di Indonesia
Dalam memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW, banyak umat Islam mencari pedoman dari hadits Maulid Nabi Muhammad SAW agar acara berjalan berdasarkan sumber yang sahih. Namun, tidak semua hadits yang beredar terkait maulid memiliki keabsahan yang kuat.
Adapun hadist-hadist yang kerap digunakan sebagai landasan untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW di antaranya:
Hadist Kelahiran Nabi
Hadist yang sangat dikenal masyarakat ini ternyata sulit ditemukan dalam kitab-kitab hadist maupun rujukan ulama salaf yang terpercaya. Baru belakangan ini, kitab Madarij al-Su’ud karya Syekh Nawawi al-Bantani dari Nusantara menyebutkan hadis tersebut, namun beliau tidak merinci sumber atau perawinya.
Singkatnya, hadis ini memang tidak pernah ada dalam kompilasi hadis standar atau kitab rujukan ilmiah lainnya.
Hadits Puasa Senin (HR. Muslim)
Hadits riwayat Muslim ini sering dijadikan argumen bahwa Nabi sendiri memperingati hari kelahirannya dengan berpuasa.
Namun sebagian ulama berargumen bahwa puasa hari Senin yang dilakukan Nabi adalah ibadah rutin, bukan perayaan khusus untuk memperingati kelahiran.
Ibnu Taimiyah
Ibnu Taimiyah, yang dikutip oleh Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki, menyatakan:
Ibnu Taimiyah berpendapat apa yang dilakukan sebagian orang, entah karena meniru tradisi Nasrani memperingati kelahiran Nabi Isa atau karena rasa cinta dan memuliakan Nabi Muhammad, maka Allah akan memberikan pahala atas cinta dan usaha mereka.
Namun, pahala itu bukan karena menjadikan Maulid Nabi sebagai hari raya—sebab hal itu termasuk perbuatan bid’ah.
Sayyidina ‘Umar bin Khaththâb
Artinya, menghormati dan memuliakan Maulid Nabi dipandang sebagai salah satu cara untuk menjaga serta memperkuat nilai-nilai Islam di tengah masyarakat.
Bagi sebagian ucapan dari Umar ini kualitas riwayatnya dianggap maudhu’ atau palsu karena tidak ditemukan sumber sahih yang menyatakan ucapan itu berasal Umar. Kalaupun ada yang menganggapnya benar, kebenaran itu hanya bersifat sepihak dan tidak bisa dijadikan pegangan atau diterima secara umum.
Ayat Tentang Maulid Nabi Muhammad SAW
Meskipun tidak ada ayat yang secara eksplisit memerintahkan perayaan maulid, namun beberapa ayat kerap dijadikan landasan spiritual, antara lain:
Surat Yunus ayat 58:
قُلْ بِفَضْلِ اللّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُواْ هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ
“Katakanlah: “Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. (QS. Yunus: 58).
Ayat ini sering dipahami sebagai anjuran untuk bergembira atas lahirnya Nabi Muhammad SAW sebagai rahmat bagi alam semesta.
Namun kelompok lain memiliki pendapat yang berbeda mengenai ayat ini. Mereka berargumen bahwa ayat dalam Surah Yunus berbicara tentang Al-Quran sebagai rahmat, bukan tentang kelahiran Nabi. Konteks ayat tersebut, menurut mereka, tidak ada kaitannya dengan perintah merayakan maulid.
Surat Al-Anbiya’ ayat 107:
Surat Al-Ahzab ayat 21:
Surat Al-Imran ayat 164:
Selain empat ayat utama tersebut, ada surat tentang Maulid Nabi Muhammad SAW lainnya. Di antaranya adalah Hud 120, Ibrahim 5, Maryam 33, dan Al-Hajj 32 dan 77 yang sering dikaitkan dengan esensi syukur atas diutusnya Rasulullah sebagai pembawa risalah.
Kelompok lain merespons dengan menekankan bahwa tidak ada satu pun surah dalam Al-Quran yang secara eksplisit memerintahkan perayaan Maulid. Mereka berargumen bahwa bershalawat kepada Nabi adalah ibadah yang berbeda dengan mengadakan perayaan Maulid yang melibatkan berbagai ritual dan tradisi.
Maulid Nabi Menurut Ulama 4 Madzhab
Menurut sebagian ulama madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali, serta tokoh seperti Imam Ibn Hajar al-Asqalani, Imam As-Suyuthi, Imam Ibn al-Jawzi, Imam As-Sakhawi, dan Ibn al-Haj al-Maliki—perayaan Maulid dikategorikan sebagai bid’ah hasanah apabila dilakukan dengan tata cara yang sesuai syariat (misalnya pengajian atau doa bersama tanpa unsur bid’ah)
Misalnya, Imam Ibn Hajar menyatakan bahwa walaupun Maulid tidak berasal dari tiga generasi salaf, ia tetap bid’ah hasanah jika disertai tujuan agung, yaitu mengagungkan Nabi dan memperlihatkan kebahagiaan atas kelahirannya
Sementara Imam As-Suyuthi menambahkan bahwa apabila Maulid dirayakan dengan pembacaan Al‑Qur’an dan kisah hidup Nabi Muhammad kemudian diakhiri dengan jamuan sederhana, maka perbuatan tersebut juga termasuk tindakan berpahala.
Ibn al‑Jawzi mengaitkan nilai spiritual Maulid dengan adanya rasa aman dan harapan yang terpenuhi di tahun tersebut. As‑Sakhawi bahkan mencatat bahwa umat Islam dari berbagai negeri secara rutin merayakannya dan memperoleh keberkahan dari tradisi ini. Ibnu al-Haj al-Maliki menekankan keutamaan memperbanyak ibadah pada Senin, 12 Rabi’ul.
Lebih lanjut, situs umrahbandung.id menyebut bahwa mayoritas ulama dari keempat mazhab menyatakan bahwa penyelenggaraan Maulid Nabi hukumnya boleh dan bahkan dianggap sunnah apabila dilaksanakan dengan niat ibadah ilmiah dan tidak menyertakan praktik syirik atau fanatisme berlebihan.
Para ulama dari kedua kelompok sepakat bahwa mencintai dan menghormati Nabi Muhammad adalah kewajiban setiap muslim. Perbedaan terletak pada cara mengekspresikan kecintaan tersebut. Kelompok pro-Maulid melihat perayaan maulid sebagai salah satu bentuk ekspresi cinta.
Sementara kelompok kontra lebih menekankan pada mengikuti sunnah Nabi dalam kehidupan sehari-hari.
Merajut Ukhuwah di Atas Perbedaan
Diskusi mengenai hadits Maulid Nabi Muhammad SAW serta surat dan ayat tentang Maulid Nabi Muhammad SAW menunjukkan kekayaan khazanah intelektual Islam Indonesia. Kedua perspektif ini berkontribusi dalam memperkaya pemahaman umat terhadap ajaran Islam dan menantang kita untuk bersikap toleran serta saling menghargai.
Mari turut serta dalam kebaikan sosial, sebarkan manfaat, dan berikan donasi terbaik melalui WeCare.id—karena mencintai Nabi tidak hanya dengan merayakan Maulid, tetapi juga dengan tindakan nyata kepedulian terhadap sesama.
Referensi
Anwar, I. C. (2024). 7 Dalil Al-Qur’an dan Hadits tentang Maulid Nabi Muhammad SAW. Diambil kembali dari tirto.id.
Kumpulan Hadits Tentang Maulid Nabi Muhammad beserta Penjelasannya. (2024). Diambil kembali dari kumparan.com.
Marzuki, K. (2024). 5 Ayat dan Hadits tentang Maulid Nabi, Anjuran Bergembira Rayakan Kelahiran Nabi SAW. Diambil kembali dari www.inews.id.
Suara Muhammadiyah. (2021). Hadits Tentang Maulid Nabi. Diambil kembali dari web.suaramuhammadiyah.id.
Pro Kontra Hukum Penyelenggaraan Maulid Nabi, Begini Menurut Para Ulama. (2025). Diambil kembali dari umrahbandung.id.
Satiri, I. (2021). Pro dan Kontra Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Diambil kembali dari ibihtafsir.id.
Setya, D. (2024). 5 Ayat tentang Maulid Nabi Muhammad dalam Al-Qur’an. Diambil kembali dari www.detik.com.
Tejomukti, R. A. (2021). Pro Kontra Peringatan Maulid Nabi Menurut Ulama Salaf. Diambil kembali dari islamdigest.republika.co.id.
Sumber Featured Image : Ahmet Kürem di Unsplash