Warga Jakarta dan sekitarnya dikejutkan dengan turunnya hujan di musim kemarau yang sedang berlangsung. Ternyata hujan tersebut merupakan hujan buatan. BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika) mengklaim bahwa hujan merupakan langkah untuk mengatasi polusi udara Jakarta yang telah menghampiri kawasan ini dalam beberapa waktu terakhir.
Klik Untuk Donasi - Ditinggal Suami akibat Derita Tumor, Ibu Sri Tak Punya Biaya untuk Berobat!- Terdanai Rp.1,812,500
- Pencapaian 15.69%
- Donatur 26
Daftar isi:
Terjadi Hujan di Jabodetabek
Mengutip dari laman situs Detik Health berdasarkan informasi terbaru pada Minggu (27/8) pukul 18.53 WIB, Citra Radar Cuaca area Jabodetabek menunjukkan terjadi hujan dengan intensitas sedang hingga lebat di wilayah bagian selatan Jabodetabek.
Dalam penjelasan dari BMKG, data TMC pada periode 19 – 21 Agustus 2023 untuk wilayah Jawa bagian barat berhasil menunjukkan curah hujan pada tanggal 20 Agustus 2023 dengan intensitas sedang hingga lebat di beberapa bagian wilayah Kabupaten Bogor. Sementara hujan dengan intensitas ringan hingga sedang terjadi di wilayah Kabupaten Lebak, Kabupaten Tangerang, Depok, dan Tangerang Selatan.
Lebih lanjut, pada tanggal 27 Agustus 2023, TMC untuk wilayah Jawa bagian barat juga berhasil mencatat curah hujan dengan intensitas sedang hingga lebat di beberapa wilayah, seperti Kabupaten Bogor dan Depok. Sedangkan hujan dengan intensitas ringan hingga sedang terjadi di wilayah Depok, Bogor, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Barat, Jakarta Utara, Jakarta Timur, dan Tangerang Selatan.
Apa Itu Hujan Buatan?
Melansir laman situs Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) hujan buatan, juga dikenal sebagai teknologi modifikasi cuaca, melibatkan penyemaian awan menggunakan bahan-bahan higroskopik yang mampu menyerap air. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan butir-butir hujan dalam awan dan secara lebih cepat memicu terjadinya hujan.
Secara sederhana, penyemaian awan adalah proses menggabungkan berbagai jenis bahan kimia. Bahan yang digunakan di antaranya iodida perak, es kering, dan natrium klorida atau disebut juga garam dapur. Selanjutnya bahan tersebut ditaburkan ke awan untuk menebalkan awan tersebut dan meningkatkan peluang terjadinya hujan.
Proses ini dilakukan menggunakan pesawat dan sering dijelaskan sebagai seni dan ilmu dalam menciptakan hujan buatan oleh para ilmuwan. Ada dua teknik utama dalam penyemaian awan dalam proses hujan buatan, yaitu higroskopis dan glaciogenic.
Penyemaian awan higroskopis bertujuan untuk mempercepat penggabungan tetesan dalam awan cair, sehingga menghasilkan tetesan besar yang mulai mengendap. Konsep teknik lainnya, penyemaian awan glaciogenic. Tujuan teknik ini adalah untuk memicu produksi es dalam awan superdingin, yang menghasilkan presipitasi, yaitu proses turunnya air atau partikel-padatan dari atmosfer ke permukaan bumi, seperti hujan atau hujan es.
Awal Mula Konsep Penyemaian Awan
Eksperimen pertama di dunia dalam penyemaian awan terjadi pada tahun 1946, segera setelah Perang Dunia II. Saat meneliti pembekuan pesawat terbang, Vincent Schaefer dari General Electric menemukan penyemaian awan pada bulan Juli 1946 melalui serangkaian peristiwa. Menurut Organisasi Meteorologi Dunia setidaknya 56 negara telah menggunakan beberapa bentuk penyemaian awan.
Jenis Awan untuk Penyemaian Awan
Ada jenis awan tertentu yang diperlukan untuk penyemaian awan. Jenis awan disebut awan konvektif, dan awan-awan tersebut tumbuh secara vertikal. Hanya jenis awan ini yang bisa digunakan dalam penyemaian awan, bukan tipe lainnya yang disebut awan berlapis dan tumbuh secara horizontal.
Jenis awan ini bekerja untuk mendorong terjadinya hujan dengan memicu nukleasi. Nukleasi adalah proses dimulainya pembentukan partikel atau struktur baru dalam suatu zat atau cairan, sering kali berhubungan dengan pembentukan kristal es atau butir-butir hujan dalam awan.
Negara-negara yang Mencoba Hujan Buatan
Salah satu negara yang dikenal memiliki kualitas udara yang buruk adalah Cina. Di Beijing menjadi tradisi untuk menyemai awan sebelum liburan umum, seperti Hari Nasional pada 1 Oktober. Tujuannya untuk membuat hujan turun, menyebarkan polusi, dan memastikan langit cerah pada hari tersebut.
Di Beijing digunakan hujan buatan agar ketika upacara pembukaan Olimpiade 2008 tidak turun hujan. Kemudian pada tahun 2010, pihak berwenang setempat di Shanghai mempertimbangkan penggunaan teknologi modifikasi cuaca (TMC) untuk meningkatkan kualitas udara selama pameran perdagangan World Expo.
Korea Selatan pernah menggunakan TMC pada bulan Januari 2019 untuk mengatasi memburuknya polusi partikulat. Namun usaha tersebut gagal dan tidak mendapatkan peningkatan curah hujan yang berarti. Selain Cina, negara-negara seperti Australia, Prancis, Spanyol, dan Amerika Serikat juga dikenal mencoba metode penyemaian awan.
Apakah TMC Berhasil Menurunkan Polusi Udara Jakarta?
Melansir laman situs BBC Indonesia berdasarkan data kualitas udara dari situs pemantau IQAir, PM2,5 di Jakarta mencapai level terendah pada Minggu (27/08) pukul 20:00 sebelum secara perlahan mulai meningkat kembali. Meskipun demikian, penurunan tersebut masih berada dalam kisaran tingkat yang tidak sehat.
Menurut Rusmawan Suwarman, seorang anggota kelompok ahli ilmu atmosfer di Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB, meskipun hujan buatan dapat membantu mengurangi polusi, hal ini bukanlah solusi jangka panjang.
Hal senada diungkapkan oleh Polash Mukerjee, Peneliti Senior Bidang Udara Bersih dan Mobilitas Berkelanjutan, Centre for Science and Environment (CSE), New Delhi. Menurutnya penyemaian awan hanya dapat memberikan bantuan langsung dalam meredam polutan yang ada di udara.
Pada akhirnya, jika sumber polutan seperti kendaraan, industri, dan konstruksi dibiarkan terus mengeluarkan polutan tanpa henti, hujan buatan melalui penyemaian awan hanya akan memiliki dampak terbatas dan sementara.
Hong Yanchao, wakil direktur Komite Konsultasi dan Evaluasi Nasional untuk Modifikasi Cuaca menyatakan hal yang sama. Menurutnya hampir tidak mungkin mengurangi kabut asap dan meningkatkan kualitas udara dengan menggunakan hujan buatan dengan teknologi modifikasi cuaca saat ini.
Ada kondisi cuaca tertentu yang harus dipenuhi sebelum melakukan TMC, seperti kelembaban dan konsentrasi kristal es, menurut Hong. Dia menambahkan umumnya cuaca kabut asap tidak memenuhi kondisi tersebut.
Sedekah Air Bersih, Bantu Warga dari Kekeringan
Penyakit Akibat Polusi Udara Jakarta
Seperti diberitakan sebelum dilakukan hujan buatan, kondisi udara Jakarta yang buruk membuat kondisi kesehatan warganya terganggu. Beberapa penyakit yang banyak menjangkiti warga Jakarta dan sekitarnya salah satunya adalah ISPA. Kasus Infeksi Saluran Pernapasan Akut di Jakarta mendekati angka 200 ribu.
Menurut penjelasan Menkes Budi Gunadi penyakit ISPA itu pneumonia, infeksi paru klinis, bahkan dapat menyebabkan TBC serta kanker paru. Biaya untuk pengobatan penyakit tersebut, terutama kanker paru, tidaklah murah, sehingga banyak pasien yang membutuhkan bantuan biaya pengobatan. Kita bisa membantu mereka dengan berdonasi melalui WeCare.id. Kirimkan dana donasi melalui situs web WeCare.id atau aplikasi WeCare.id yang dapat diunduh di Google Play atau App Store untuk donasi mudah dan praktis kapan saja.
Yuk, ulurkan tanganmu untuk bantu sesama bersama WeCare.id!
Referensi
Administrator. (2019). Hujan Buatan: Menyemai Garam di Ladang Awan. Diambil kembali dari bppt.go.id.
L, Ari & M, Jussi. (2022). Ice nucleation. Dalam L. Ari & M, Jussi, Nucleation of Water.
Dapatkah hujan buatan perbaiki kualitas udara di Jakarta? (2023). Diambil kembali dari bbc.com.
Komariah, F. (2023). Penderita ISPA di Jakarta Mendekati Ratusan Ribu Kasus. Diambil kembali dari rri.go.id.
Lin, L. (2013). China to use artificial rain to combat air pollution. Diambil kembali dari chinadialogue.net.
Pinandhita, V. (2023). Kata BMKG soal Hujan Buatan, Sengaja Dibikin untuk Atasi Polusi Jabodetabek. Diambil kembali dari health.detik.com.
South Korea plans artificial rain to reduce Seoul air pollution. (2019). Diambil kembali dari aljazeera.com.
Tysara, L. (2023). Hujan Buatan BMKG di Jakarta Ampuh Atasi Polusi? Simak Hasilnya. Diambil kembali dari liputan6.com.Upadhyay, A. (2018). Can Artificial Rain Help Curb Air Pollution In Delhi? Diambil kembali dari swachhindia.ndtv.com.
Sumber Featured Image : WikimediaImages dari Pixabay