Tawa dan canda menghiasi hari-hari Dimas. Meskipun beban yang ia pikul sangat berat, ia tetap bisa menikmati hidup dengan mensyukuri sekecil apapun karunia Tuhan. Dimas Dwi adalah seorang penderita rhabdomyosarcoma dan cerebral palsy.
Saya mengelus-elus punggung tangan Dimas (16 tahun) yang kaku di atas kasur. Dimas hanya bisa membalas percakapan saya dengan gerakan kecilnya yang mungkin tak orang lain mengerti. Sudah 16 tahun Dimas begini, diam di kasur, tidak bisa bicara atau bergerak karena otot-ototnya yang susah digerakkan. Rasanya hanya ingin selalu bersama anak saya Dimas, membuatnya merasa dimengerti tanpa harus berucap, melewati semua perjuangan panjang ini bersama.
Dimas terdiagnosis rabdomiosarkoma (kanker otot) dan cerebral palsy sejak kecil. Dimas mengalami kejang-kejang saat bayi, cerebral palsy membuatnya memiliki gangguan gerakan tubuh serta masalah perkembangan otak. Sejak dulu kami fokus ke pengobatan cerebral palsy Dimas, sehingga tidak sadar bahwa benjolan di paha Dimas telah berkembang menjadi kanker otot stadium 4. Sampai umur 14, Dimas hanya mengkonsumsi susu, seluruh tubuhnya kurus kering, hanya pahanya yang besar. Sekarang Dimas harus makan makanan cair dari selang yang tersambung ke perut. – Ibunda Dimas Dwi
Ketegaran Dimas tidak lepas dari peran orang tuanya yang juga tegar menerima kenyataan. Selain Ibunda tercinta, sang ayah dengan penuh kasih sayang rutin membawa Dimas berobat ke rumah sakit. Saat usia Dimas masih 5 tahun, ia harus menjalani kemoterapi untuk mengobati penyakit rabdomiosarkoma yang dideritanya. Kemoterapi tersebut dijalani hingga usianya 12 tahun – waktu yang cukup panjang. Dimas juga sering mengalami kejang hingga ia harus meminum obat kejang dalam jangka waktu yang lama.
Kami sekeluarga akan mengusahakan apapun demi Dimas. Meski tak bisa bicara dan bergerak bebas, Dimas selalu mengerti saat orangtuanya sedang sedih dan kebingungan cari biaya pengobatan. Ibarat gali lubang tutup lubang, kami sudah utang sana sini, suami saya bekerja sebagai ojek online dan saya jaga di rumah. Seperti ujian yang tak kunjung reda, saya sangat terpukul kedua adik Dimas meninggal di usia balita. Kami sadar perjuangan Dimas masih panjang…
Saat ini, remaja usia 15 tahun tersebut membutuhkan biaya untuk membeli beberapa obat-obatan yang tidak termasuk dalam formularium nasional (sehingga tidak ditanggung BPJS); beberapa pemeriksaan laboratorium yang harus dilakukan di luar; serta untuk membeli susu bernutrisi tinggi. Ayahnya adalah seorang supir ojek online yang penghasilannya hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Karena harus mengantar Dimas ke rumah sakit, terkadang waktunya juga habis dan penghasilannya tidak bisa optimal. Biaya untuk pergi berobat ke rumah sakit pun menjadi sangat berat. Dimas harus menggunakan mobil karena lumpuh otak yang dialaminya mengharuskan ia duduk di kursi roda.
#temanPEDULI, mari kita bantu Dimas untuk mendapatkan pengobatan yang layak untuk tersenyum kembali. Klik link https://wecare.id/patient/dimas-dwi untuk memberikan donasi kepada Dimas.