Kisah Mozza: Hidup dengan Penyakit Autoimun SLE

Kisah Mozza: Hidup dengan Penyakit Autoimun SLE

Penyakit autoimun kini menjadi ancaman kesehatan bagi jutaan orang di dunia, termasuk Indonesia. Kondisi ini muncul saat sistem imun yang seharusnya melindungi tubuh justru menyerang organ dan jaringan sehat, sehingga menimbulkan peradangan kronis dan kerusakan yang bisa berakibat fatal.

Kisah Mozza: Wajah Nyata Perjuangan Melawan Autoimun 

Di tengah kompleksitas medis autoimun, kisah Mozza Kaskha Aulia (7 tahun) dari Cikarang menjadi ilustrasi menyentuh tentang dampaknya di kehidupan nyata. Sejak Desember 2024, Mozza mengalami lemas dan nyeri sendi parah. 

Setelah pemeriksaan intensif, ia didiagnosis Systemic Lupus Erythematosus (SLE) – kondisi di mana sistem imun menghancurkan jaringan tubuhnya sendiri, terutama merusak ginjal hingga stadium kronis

Apa Itu Penyakit Autoimun?

Penyakit autoimun adalah kondisi ketika sistem kekebalan tubuh—yang seharusnya bertugas melindungi tubuh dari infeksi—malah menyerang jaringan sehat. Akibatnya, organ tubuh seperti kulit, sendi, ginjal, dan pembuluh darah bisa rusak. 

Hingga kini, lebih dari 80 jenis penyakit autoimun telah diidentifikasi. Setiap jenis menargetkan bagian tubuh spesifik atau sistem secara luas. 

Contoh penyakit autoimun yang terkenal termasuk Rheumatoid Arthritis (menyerang sendi), Lupus (SLE, bisa pengaruhi banyak organ), Diabetes Tipe 1 (hancurkan sel penghasil insulin di pankreas), Psoriasis (kulit), dan Penyakit Celiac (usus). 

Walaupun organ yang diserang berbeda-beda, penyebab utamanya tetap sama: sistem imun gagal mengenali mana jaringan tubuh sendiri dan mana yang asing.

Di Indonesia, kesadaran tentang penyakit ini masih terbatas meskipun kasusnya cukup banyak ditemukan, terutama pada wanita usia produktif.

Penyebab Autoimun

Penyebab pasti mengapa sistem imun berbalik masih menjadi subjek penelitian intensif. Namun, para ahli meyakini kombinasi faktor berperan:

1. Faktor Genetik

Riwayat keluarga memainkan peran signifikan dalam risiko mengembangkan autoimun dan menjadi penyebab autoimun pada anak yang perlu diwaspadai. Meskipun tidak selalu menurun secara langsung dan meskipun belum diketahui secara pasti, kerentanan genetik dapat meningkatkan probabilitas seseorang mengalami gangguan sistem imun.

Contohnya, individu dengan keluarga penderita lupus memiliki risiko lebih tinggi mengalami penyakit autoimun lainnya.

2. Lingkungan

Paparan terhadap zat kimia tertentu, infeksi virus atau bakteri, serta gaya hidup yang buruk dapat memicu respon abnormal dari sistem kekebalan. Paparan sinar matahari (UV). Pada Lupus, sinar UV bisa memicu atau memperburuk gejala.

3. Hormon

Sekitar 80% penderita autoimun adalah wanita. Fluktuasi hormon (pubertas, kehamilan, menopause) merupakan penyebab autoimun pada wanita yang diduga kuat berkontribusi pada kerentanan ini.

4. Gaya Hidup dan Diet

Konsumsi makanan olahan, kurangnya aktivitas fisik, dan stres berkepanjangan juga diyakini berkontribusi terhadap ketidakseimbangan sistem imun.

Ciri-ciri Autoimun

Tanda-tanda penyakit autoimun sangat beragam, tergantung organ yang terpengaruh. Namun, ada beberapa gejala umum yang sering dialami, seperti:

  • Kelelahan ekstrem

Rasa lelah yang tidak membaik meskipun sudah cukup istirahat.

  • Nyeri otot dan sendi

Kekakuan, nyeri, atau pembengkakan pada persendian dan otot adalah ciri khas banyak kondisi autoimun inflamasi.

  • Demam ringan berkepanjangan

Tubuh seperti terus-menerus “berperang” melawan sesuatu.

  • Ruam kulit

Ruam kemerahan, gatal, sensitif matahari (terutama pada Lupus), atau kulit bersisik (pada Psoriasis) adalah tanda-tanda khas penyakit autoimun kulit.

  • Masalah pencernaan

Seperti diare kronis, kembung, sembelit, atau darah dalam tinja (misal pada IBD atau Celiac).

  • Kerontokan rambut

Dapat terjadi sebagai respons tubuh terhadap peradangan.

  • Perubahan berat badan drastis

Penurunan atau kenaikan berat badan yang signifikan dan tak terduga.

  • Sensasi kebas dan kesemutan

khususnya area tangan dan kaki, dapat menandakan adanya kerusakan sistem saraf yang dipicu oleh kondisi autoimun.

Setiap penderita bisa mengalami gejala yang berbeda, dan gejala dapat muncul serta hilang secara bergantian. Sering kali dibutuhkan waktu dan berbagai tes untuk mencapai diagnosis pasti.

Diagnosis dan Pemeriksaan Medis

Menegakkan diagnosis penyakit autoimun membutuhkan pendekatan menyeluruh. Dokter Tenaga medis akan menjalankan evaluasi klinis menyeluruh, mengkaji riwayat genetik pasien, serta merekomendasikan serangkaian pemeriksaan laboratorium meliputi:

  • Tes ANA (Antinuclear Antibody)
  • Tes fungsi organ (ginjal, hati, tiroid)
  • Pemeriksaan CRP dan laju endap darah (LED)

Sering kali, pasien memerlukan konsultasi dengan spesialis, seperti reumatolog atau imunolog, untuk memastikan diagnosis.

Pilihan Pengobatan dan Terapi

Autoimun memang belum bisa disembuhkan total, namun banyak penderita dapat menjalani hidup normal dengan manajemen yang tepat. Tujuan utama pengobatan adalah untuk:

  • Mengurangi peradangan
  • Mengendalikan gejala
  • Mencegah kerusakan organ

Terapi Umum:

  • Imunosupresan

Obat yang menekan reaksi imun, seperti kortikosteroid atau methotrexate.

  • Anti-inflamasi

Digunakan untuk mengurangi pembengkakan dan nyeri.

  • Terapi Biologis

Inovasi terbaru yang bekerja menargetkan bagian spesifik dari sistem imun.

  • Perubahan gaya hidup

Diet anti-inflamasi, olahraga ringan, cukup tidur, serta manajemen stres sangat dianjurkan.

Nutrisi dan Pola Makan yang Mendukung

Pola makan memegang peran penting dalam mengelola penyakit autoimun. Berikut beberapa tips pola makan yang direkomendasikan:

  • Konsumsi makanan utuh dan alami, termasuk buah, sayur, biji-bijian, dan protein tanpa lemak.

Makanan yang dilarang untuk penyakit autoimun seperti gula tambahan, makanan olahan, dan lemak trans.

  • Pertimbangkan diet eliminasi untuk mengidentifikasi makanan yang memperburuk gejala, seperti gluten, susu, atau kedelai.
  • Suplemen seperti vitamin D, omega-3, dan probiotik juga dapat mendukung keseimbangan sistem imun, tentunya dengan pengawasan dokter.

Penelitian terus berkembang, termasuk bidang seperti imunoterapi yang lebih presisi dan pemahaman mendalam tentang peran mikrobioma usus, menawarkan harapan untuk pengobatan yang lebih efektif di masa depan.

Hidup Berkualitas dengan Autoimun

Meski hidup dengan autoimun bukan hal mudah, namun dengan diagnosis tepat, pengobatan konsisten, dan pola hidup sehat, kualitas hidup tetap bisa dijaga. Dukungan keluarga dan komunitas sangat membantu penderita menjalani keseharian dengan lebih baik.

Mengapa Kasus seperti Mozza Membutuhkan Dukungan Lebih?

Perjuangan Mozza mewakili ribuan pasien autoimun di Indonesia yang menghadapi dua pertempuran sekaligus: melawan penyakitnya dan beban finansial. 

Agustian Fardianto, Asisten Deputi Komunikasi dan Hubungan Masyarakat BPJS Kesehatan, dalam keterangannya kepada Validnews di Jakarta pada Jumat (10/11) menyatakan data BPJS 2023 menunjukkan klaim penyakit autoimun mencapai Rp408,74 miliar – bukti tingginya kebutuhan penanganan medis jangka panjang.

Terapi biologis dan imunosupresan canggih seringkali tidak masuk dalam daftar obat formularium BPJS. Kebutuhan alat medis non-standar, seperti tabung oksigen, nebulizer, atau kursi roda tidak sepenuhnya di-cover. Pasien dari daerah terpaksa menempuh jarak jauh dengan biaya tinggi untuk ke rumah sakit rujukan. 

Kondisi Mozza semakin berat. Ayah Mozza bekerja sebagai kuli panggul dengan penghasilan harian Rp 100.000 untuk menghidupi tujuh orang anggota keluarga, sedangkan ibunya adalah ibu rumah tangga. 

Keterbatasan finansial membuat Mozza dan keluarganya kesulitan membeli obat-obatan yang tidak ditanggung oleh BPJS. Dalam sebulan, mereka harus membeli obat untuk tiga minggu dengan biaya sendiri. 

Untuk kontrol ke rumah sakit di Jakarta, Mozza harus menempuh perjalanan dari Cikarang sebanyak tiga kali seminggu, yang tentunya membutuhkan biaya besar. Selain itu, BPJS hanya menanggung obat untuk satu minggu, sedangkan Mozza membutuhkan obat selama satu bulan penuh, sehingga biaya tambahan harus ditanggung keluarga.

Kondisi ini menunjukkan betapa berat beban yang harus dipikul oleh pasien autoimun seperti Mozza, baik dari segi medis maupun ekonomi.

Mari bersama-sama membantu Mozza yang membutuhkan dengan berdonasi melalui WeCare.id. Setiap donasi Sobat WeCare sangat berarti untuk mendukung harapan dan kesembuhan Mozza. Klik di sini untuk donasi sekarang!

Referensi

7 Risk Factors for Autoimmune Disease. (2020). Diambil kembali dari www.autoimmuneinstitute.org.

Autoimmune Diseases. (2024). Diambil kembali dari my.clevelandclinic.org.

Kahfi, K. (2023). Per September, Klaim BPJS Kesehatan Atas Autoimun Tembus Rp408,74 M. Diambil kembali dari validnews.id.

Katyusha, W. (2022). Apakah Penyakit Autoimun Itu Berbahaya dan Berakibat Fatal? Diambil kembali dari hellosehat.com.

Martins, K. (2023). What Is an Autoimmune Disease? Diambil kembali dari www.webmd.com.

Penyakit Autoimun. (2025). Diambil kembali dari www.halodoc.com.

Purwoko, S. A. (2024). Penyakit Autoimun. Diambil kembali dari hellosehat.com.

Rosenblum, M. D., Gratz , I. K., Paw , J. S., & Abbas , A. K. (2014). Treating Human Autoimmunity: Current Practice and Future Prospects. PMC Pubmed Central.

Tim Konten Medis. (2024). 24 Penyakit yang Ditanggung BPJS Kesehatan, Cek Daftarnya! Diambil kembali dari ciputrahospital.com.

Tim RS Pondok Indah. (2025). Penanganan Penyakit Autoimun yang Efektif. Diambil kembali dari www.rspondokindah.co.id.

Umar, A. R. (2024). Ciri Ciri Penyakit Autoimun dan Penanganan yang Diberikan. Diambil kembali dari primayahospital.com.Watson, S. (2024). Everything to Know About Autoimmune Diseases. Diambil kembali dari www.healthline.com.