Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh yang terjadi pada balita. Kondisi ini terjadi karena kurangnya asupan gizi ataupun asupan gizi yang tidak mencukupi pada 1.000 hari pertama kehidupan, yaitu semenjak janin sampai bayi umur dua tahun. Selain itu, kondisi tersebut juga bisa diakibatkan oleh infeksi berulang maupun karena stimulasi asupan gizi yang kurang.
Balita yang terkena stunting berpotensi perkembangan otaknya menjadi lambat. Adapun dampak jangka panjang yaitu keterbelakangan mental, kemampuan belajar yang rendah, dan risiko terkena serangan penyakit kronis, seperti hipertensi, diabetes, sampai obesitas.
Klik Untuk Donasi - Bantu Wujudkan Indonesia Bebas Stunting- Terdanai Rp.27,406,876
- Pencapaian 26.04%
- Donatur 332
Negara dengan Prevalensi Stunting Tertinggi di Dunia
Melansir dari situs web World Bank, Burundi diketahui merupakan negara dengan prevalensi stunting tertinggi di dunia pada tahun 2020. Agregasi atau pengelompokan data ini didasarkan pada kumpulan data dari UNICEF, WHO, dan Bank Dunia. Prevalensinya mengalami penurunan dari tahun sebelumnya sekitar 54% menjadi 50,9%. Negara lain yang berada di peringkat tertinggi pada tahun 2020 adalah Eritrea (49.1%) dan Timor Leste (48.8%).
Berdasarkan data tahun JANSFA (Joint Approach for Nutrition and Food Security Assessment) 2019, stunting di Burundi lebih berpengaruh pada perempuan (59,4%) dibandingkan laki-laki (52,4%). Kemudian, anak di pedesaan lebih berisiko terkena kondisi tersebut (58,8%) dibandingkan dengan anak yang tinggal di perkotaan (27,8%).
Negara kecil yang terletak di Afrika Timur ini juga merupakan salah satu negara yang paling miskin di dunia. Selain itu, negara ini juga tingkat malnutrisinya tertinggi di dunia. Penyebabnya adalah kemiskinan, kurangnya keanekaragaman makanan, kebersihan yang buruk, serta memburuknya akses ke layanan dasar, misalnya kesehatan dan pendidikan.
World Food Program (WFP) ikut membantu Burundi dengan menyelenggarakan program nutrisi WFP. Program ini sudah membantu menurunkan prevalensi stunting pada anak dengan usia 6 – 23 bulan dari angka awal 56% (2017) menjadi 52% (2020).
UNICEF pun ikut serta mendukung Pemerintah di Burundi. Untuk mengatasi kekurangan gizi dan kerentanan di antara rumah tangga yang paling terkena dampak, UNICEF berfokus pada pendekatan inklusif yang memberdayakan perempuan dan laki-laki dengan menggunakan pendekatan gizi berbasis masyarakat. Cara ini memberikan keuntungan secara langsung kepada anak-anak di bawah usia lima tahun, ibu hamil serta menyusui.
Permasalahan Stunting di Indonesia
Indonesia pun masih menjadi negara yang bermasalah dengan stunting. Negara kita bercokol di peringkat 115 dari 151 negara menurut Muhadjir Effendy, Menko PMK. Di antara negara-negara Presidensi G20, peringkat Indonesia berada di urutan ke dua setelah India. Untuk itu, negara kita berjuang menurunkan kondisi ini dengan target penurunan sebesar 14% pada tahun 2024. Sekarang ini kasus tersebut masih berada di angka 24%.
Menurut data stunting, bayi Indonesia ketika lahir sebanyak 23% anak tersebut sudah dalam kondisi pada stunted. Panjang badan mereka di bawah 48%. Sementara itu, sisanya sebanyak 77% berada dalam kondisi stunted sesudah lahir. Untuk itu, pemerintah berusaha membuat intervensi, yaitu sebelum dan sesudah kelahiran anak.
Salah satu aksi pemerintah untuk menanggulangi kondisi gizi buruk pada balita ini adalah dengan gerakan Aksi Bergizi. Gerakan yang diinisiasi oleh Kementerian Kesehatan Indonesia ini adalah rangkaian program gizi remaja di sekolah. Tujuan program ini adalah untuk memperbaiki status gizi serta kesehatan remaja dengan cara peningkatan pola hidup sehat. Pemberian tablet tambah darah merupakan salah satu gerakan aksi bergizi yang diberikan kepada para remaja putri. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, anemia pada remaja angkanya masih sangat tinggi, yaitu di atas 20%.
Pentingnya Remaja Putri yang Sehat
Mengapa perlu dilakukan intervensi kepada remaja putri. Ini karena sebelum bayi lahir, harus diperbaiki terlebih dahulu kondisi gizi calon ibunya, bahkan sejak remaja. Dengan terbiasanya perilaku para remaja putri pada asupan gizi yang baik diharapkan kebiasaan ini akan terbawa hingga mereka dewasa kemudian memasuki masa kehamilan.
Tujuan dari gerakan ini adalah untuk meningkatkan literasi warga sekolah mengenai pentingnya mengonsumsi tablet tambah darah di sekolah, aktivitas fisik, dan olahraga. Kegiatan ini selain didukung oleh Kementerian Kesehatan, juga Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi, Kementerian Agama, serta Kementerian Dalam Negeri. Dukungan tersebut muncul dalam bentuk memberikan surat dukungan pelaksanaan aksi tersebut kepada instansi binaan di tiap-tiap kementerian tersebut di seluruh Indonesia. Diharapkan dengan gerakan ini negara kita bisa mencapai penurunan angka stunting hingga 14%.
Alami Cacat Lahir pada Kerongkongannya Hingga Gizi Kurang, Habib Butuh Pertolongan Segera!
Gerakan penurunan angka stunting ini diselenggarakan di 514 kabupaten/kota yang berada di 34 provinsi. Minimalnya di tiap kabupaten/kota kegiatan ini dilakukan di dua sekolah atau madrasah. Sekitar 4.652 sekolah, madrasah, serta pesantren setingkat SMP, SMA dan sederajat yang berada di 514 kabupaten/kota tersebut menyatakan bahwa mereka siap untuk ikut berkontribusi dalam menyukseskan gerakan Aksi Bergizi tersebut.
Stunting merupakan permasalahan serius di banyak negara-negara berkembang dan negara-negara miskin, termasuk Indonesia. Penting untuk bisa mengatasi masalah ini demi masa depan para penerus bangsa. Banyak bayi-bayi yang mengalami kondisi ini yang membutuhkan bantuan donasi dari kita. Untuk membantu mereka, kita bisa berdonasi melalui WeCare.id. Caranya yaitu dengan mengunjungi situs web WeCare.id atau mengunduh aplikasi WeCare.id di Google Play atau App Store untuk donasi mudah dan praktis kapan saja.
Yuk, ulurkan tanganmu untuk bantu sesama bersama WeCare.id!
Referensi
Chandralela, A. (2022). Bergizi, Babel Masuk Sepuluh Besar Sekolah Terbanyak Beraksi. Diambil kembali dari dinkes.babelprov.go.id.
Ishimwe, A. (2021). World Health Day: ‘People in Burundi know they are hungry but not that they suffer malnutrition’. Diambil kembali dari wfp.org.
Nutrition. (2021). Diambil kembali dari unicef.org.
Prevalence of stunting, height for age (% of children under 5) – Burundi. (t.thn.). Diambil kembali dari data.worldbank.org.
Prevalence of stunting, height for age (% of children under 5) – Country Ranking. (2019). Diambil kembali dari indexmundi.com.
RI Peringkat 115 Stunting Tertinggi Secara Global. (2022). Diambil kembali dari medcom.id.
Rokom. (2022). Kejar Stunting Turun Hingga 14%, Kemenkes Sasar Perbaikan Gizi pada Remaja Putri. Diambil kembali dari sehatnegeriku.kemkes.go.id.
P2PTM Kemenkes RI. (2018). Stunting, Ancaman Generasi Masa Depan Indonesia. Diambil kembali dari p2ptm.kemkes.go.id.