Mitos & Fakta Mengenai Obat Corona yang Beredar

Mitos & Fakta Mengenai Obat Corona yang Beredar

Semenjak wabah virus corona mulai menyerang Cina dan kemudian menyebar ke negara-negara lain, para ilmuwan berusaha keras untuk menemukan obat yang bisa menyembuhkan mereka yang terkena virus Covid-19. Sudah banyak obat-obatan yang dicoba, seperti obat flu, anti-malaria, arthritis sampai HIV. Semuanya seperti memberikan harapan untuk pengobatan bagi virus yang baru ini. Berikut ini adalah mitos dan fakta mengenai obat corona yang sudah dicoba di banyak negara yang dirangkum dari beberapa sumber.

1. Suplemen Vitamin C dan mineral

Orang berlomba-lomba membeli suplemen vitamin C dan mineral karena disebutkan bisa membuat orang sembuh dari serangan virus Covid-19. Faktanya ternyata suplemen vitamin dan mineral tidak bisa menyembuhkan Covid-19.

Mikronutrien, seperti vitamin D dan C dan seng, sangat penting untuk sistem kekebalan tubuh. Semua mikronutrien tersebut memainkan peran penting dalam meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan nutrisi. Sekarang ini belum ada panduan mengenai penggunaan suplemen mikronutrien sebagai pengobatan COVID-19. Badan PBB, WHO, berusaha untuk mengoordinasikan upaya untuk mengembangkan dan mengevaluasi obat-obatan untuk mengobati COVID-19.

2. Hydroxychloroquine

Obat ini sempat banyak dicari oleh banyak negara karena dipercaya bisa menyembuhkan mereka yang sudah terkena virus Covid-19. Faktanya studi menunjukkan bahwa hydroxychloroquine tidak mempunyai manfaat klinis dalam mengobati COVID-19.

Hydroxychloroquine atau chloroquine digunakan dalam pengobatan untuk malaria, lupus erythematosus, dan rheumatoid arthritis. Obat ini sudah diteliti sebagai salah satu obat yang memungkinkan digunakan untuk pengobatan Covid-19. Data terbaru memperlihatkan bahwa obat ini tidak mengurangi kematian di antara pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit, atau membantu orang dengan penyakit sedang. 

Penggunaan hydoxychloroquine dan chloroquine secara umum dianggap aman untuk pasien dengan malaria dan penyakit autoimun, tapi penggunaannya dapat menyebabkan efek samping yang serius dan harus dihindari jika tidak diindikasikan dan tanpa pengawasan medis.

3. Deksametason

Pasien dengan gejala ringan tidak menunjukkan perbaikan. Deksametason merupakan kortikosteroid yang digunakan untuk efek anti-inflamasi dan imunosupresifnya. Untuk beberapa pasien Covid-19 yang menggunakan ventilator, dosis deksametason 6 mg setiap hari selama 10 hari meningkatkan kesehatan mereka.

Klik Untuk Donasi -


Oleh Medikator
  1. Terdanai Rp.0
  2. Pencapaian nan%
  3. Donatur 0

4. Favipiravir

Bahan aktif obat flu Avigan yang juga dikenal sebagai favipiravir  menurut pejabat kesehatan di Cina sudah memperlihatkan hasil yang menjanjikan untuk orang dengan Covid-19 dalam uji klinis. Dikatakan oleh seorang pejabat dari kemeterian sains dan teknologi Cina, obat ini diberikan pada 340 pasien di Shenzhen dan Wuhan. Hasilnya disebutkan bahwa favipiravir sudah membantu pasien pulih, tanpa efek samping yang jelas. Diperkirakan bahan aktif tersebut menghalangi virus untuk berkembang biak di dalam tubuh.

Menurut Joshi et al. (2020) dari percobaan/pendaftar di Rusia, Jepang, Cina, dan Thailand, tampaknya obat ini berguna dalam pengobatan Covid-19, terutama yang ringan hingga penyakit sedang. Namun, uji coba terkontrol secara acak yang besar diperlukan untuk menunjukkan apakah efek ini diterjemahkan menjadi manfaat klinis seperti memperpendek perjalanan penyakit, keluar dari rumah sakit lebih awal, dan mengurangi kebutuhan akan kebutuhan oksigen.

Klik Untuk Donasi -


Oleh Medikator
  1. Terdanai Rp.0
  2. Pencapaian nan%
  3. Donatur 0

5. Ibuprofen

Menurut pakar medis ibuprofen tidak disarankan untuk pengobatan gejala virus corona. Dalam dengar pendapat dari Health Select Committee, Majelis Rendah Parlemen Inggris Raya, dikatakan bahwa ibuprofen mungkin bisa atau tidak digunakan dalam pengobatan Covid-19. Namun yang disarankan untuk diminum adalah parasetamol atau yang lainnya.

Menteri kesehatan Prancis Olivier Veran dalam tweet-nya menyebutkan bahwa mengonsumsi obat anti-inflamasi (ibuprofen, kortison, dan lain-lain.) bisa menjadi faktor yang memperburuk infeksi. Jika demam, minumlah parasetamol. Jika sudah mengkonsumsi obat anti-inflamasi atau jika ragu, mintalah nasihat dokter.

NHS Inggris Raya juga mengatakan bahwa sementara sekarang ini tidak ada bukti kuat bahwa ibuprofen dapat memperburuk virus Corona (Covid-19). Sampai mereka mempunyai lebih banyak informasi, disarankan untuk mengkonsumsi parasetamol untuk mengobati gejala virus corona, kecuali jika dokter memberi tahu bahwa parasetamol tidak sesuai untuk orang tersebut.

Saat ini, para tenaga medis masih kewalahan berjuang menyelamatkan nyawa di berbagai rumah sakit dan pusat kesehatan. Buka tautan diatas dan mari kita bantu para tenaga medis berjuang melawan Covid-19! Kamu juga bisa gunakan aplikasi WeCare.id untuk bantu pasien yang tidak mampu di App Store atau Google Play supaya donasi menjadi lebih mudah..

Referensi

Coronavirus disease (COVID-19) advice for the public: Mythbusters. (2020). World Health Organization.
Coronavirus Disease 2019: Myth vs. Fact. (2020). Johns Hopkins.
COVID-19: MYTHS AND FACTS. (2020). Avert.
Jones, L. (2020). WHAT A TREAT Coronavirus drug facts: From hydroxychloroquine to favipiravir and ibuprofen – what do we know. The Sun.
Tang, W. (2020). Myths and Facts about Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). Tiket.com Blog.
Yan, H. (2020). You asked, we’re answering: Your top questions about Covid-19 and vaccines. CNN.