Stunting merupakan permasalahan global. Sampai saat ini, masih banyak anak di dunia yang mengalami stunting, begitu pun di Indonesia.
Stunting memiliki dampak yang bersifat langsung dan seumur hidup. Selain mengalami penurunan fungsi kognitif dan perkembangan motorik tertunda, anak-anak dengan stunting akan mengalami masalah kesehatan tambahan saat dewasa.
Daftar isi:
Apa itu Stunting?
Stunting atau kerdil yaitu saat seorang anak mempunyai tinggi badan yang rendah untuk usianya, umumnya dikarenakan kekurangan gizi, infeksi berulang, atau stimulasi sosial yang buruk. Kategori anak yang mengalami stunting menurut WHO adalah mereka yang tinggi badannya lebih rendah dari rata-rata untuk usianya, dan setidaknya dua deviasi standar di bawah Median Standar Pertumbuhan Anak WHO.
Sederhananya, stunting diartikan sebagai tinggi badan yang lebih rendah dari rata-rata untuk usia anak-anak, tetapi dampaknya nyata melampaui pengukuran fisik. Penting untuk diketahui bahwa stunting berbeda dengan wasting atau bertubuh kurus. Jika stunting adalah tinggi badan yang rendah yang tidak sesuai dengan berat badan anak, wasting atau malnutrisi akut adalah berat badan yang rendah yang tidak sesuai tinggi badan anak.
Tak hanya tinggi badan, stunting juga bisa berdampak negatif pada fungsi otak anak, perkembangan organ, dan sistem kekebalan, smembatasi produktivitas masa depan mereka, dan bahkan produktivitas anak-anak mereka. Dampaknya, stunting bisa hidup dari generasi ke generasi seperti warisan yang menyedihkan.
Penelitian pada jurnal Health and Human Rights (2018) menemukan bahwa malnutrisi dalam 1.000 hari pertama kehidupan, yaitu dari kehamilan sampai usia 2 tahun, merusak perkembangan otak yang tidak dapat perbaiki lagi. Otak anak-anak yang stunting tidak berkembang dengan baik dan gangguan kognitif terlihat pada pemindaian otak. Maka tidak mengherankan bila anak-anak yang stunting menderita ketidakmampuan belajar dan lebih cenderung putus sekolah.
Stunting di Indonesia
Seperempat anak di Indonesia mengalami stunting dengan konsekuensi seumur hidup untuk perkembangan mental dan fisik. Anak-anak yang tumbuh dengan stunting cenderung kesulitan dalam sekolah dan pekerjaan, memiliki sistem kekebalan lemah, dan kemungkinan besar meninggal lebih awal daripada teman-teman mereka yang tidak mengalami stunting.
Menurut data BPS dan Kementrian Kesehatan (2019), prevalensi balita stunting Indonesia sebesar 27,7%, atau dengan kata lain, 28 dari 100 balita Indonesia menderita stunting. Berdasarkan data Pusat Data dan Informasi dan Kementerian Kesehatan RI (2017), prevalensi balita sangat pendek dan pendek usia 0-59 bulan adalah 9,8% dan 19,8%. Tahun 2017, Nusa Tenggara Timur merupakan provinsi dengan prevalensi tertinggi untuk balita sangat pendek dan pendek pada usia 0-59 bulan, sementara Bali merupakan provinsi dengan prevalensi terendah.
Pertumbuhan terhambat karena kurangnya nutrisi, hal ini kemudian akan menyebabkan masalah kesehatan seumur hidup, dari penurunan IQ sampai kerentanan lebih besar terhadap diabetes dan kanker (Jurnal Nutrients, 2017). Selain itu, menurut Kementerian Kesehatan, prevalensi stunting merugikan negara 2-3% dari PDB, atau sebanyak US $ 27 miliar setiap tahunnya.
Penyebab Stunting
Stunting pada masa kanak-kanak disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya adalah:
- Gizi buruk dan kurangnya akses ke makanan bernutrisi
- Kurangnya perawatan kesehatan yang layak untuk anak dan ibu
- Sanitasi yang buruk dan tidak memiliki ada akses pada air minum bersih
- Stimulasi psikososial yang tidak memadai
Tidak tercukupinya kebutuhan dasar anak tentu dipengaruhi oleh pendapatan keluarga dan kondisi lingkungan tempat anak tumbuh. Kesetaraan gender, keterlibatan peran laki-laki dan perempuan yang seimbang dalam pola pengasuhan anak, serta perlindungan anak dari konflik orang dewasa, juga mempengaruhi mental anak dalam pertumbuhan.
Stunting sering kali bersifat antargenerasi. Anak-anak stunting lebih mungkin mempunyai anak stunting saat menjadi orang dewasa. Anak stunting juga lebih rentan mengalami obesitas atau kelebihan berat badan saat mereka dewasa, menimbulkan lebih banyak risiko kesehatan.
Panduan Stunting Bagi Orang Tua
Penting bagi orang tua untuk memahami dan mendeteksi stunting pada anak sejak dini. Berikut adalah beberapa panduan untuk orang tua dalam mendeteksi stunting.
Bagaimana Anda Tahu Jika Seorang Anak Mengalami Stunting?
Biasanya anak-anak yang mengalami stunting ketika lahir berat badannya kurang dari 2,5kg, dan pertumbuhannya lebih lambat dari yang seharusnya. Pertumbuhan gigi mereka juga lebih lambat dibandingkan anak-anak yang tidak menderita stunting.
Kabar baiknya adalah bahwa beberapa dari efek ini bisa diubah dengan mengikuti diet seimbang dalam 1.000 hari pertama, atau sampai usia dua tahun.
Jadi bila Anda berpikir anak Anda mungkin mengalami stunting maka Anda harus mencari nasihat dari ahli kesehatan.
Bagaimana Cara Mencegah Stunting?
Tidak ada solusi sederhana dalam mencegah stunting. Namun, orang tua dapat berfokus pada 1.000 hari pertama semenjak kehamilan hingga umur dua tahun. Masa 1.000 hari pertama ini adalah peluang utama untuk memastikan perkembangan sehat bagi anak-anak. Pada masa waktu ini, orang tua harus memastikan bahwa anak mendapat nutrisi, gizi, dan perlindungan.
Pola makan juga merupakan aspek penting dalam mencegah stunting. Mengobati malnutrisi dengan makanan terapeutik siap pakai (RUTF) dapat memberi dampak positif pada perkembangan anak, hingga anak yang berusia lebih dari 2 tahun.
Apa yang Bisa Dilakukan Orang Tua?
Stunting dapat dicegah dengan nutrisi yang tepat. Sebelum hamil, para ibu harus mengikuti pola makan seimbang untuk memastikan bahwa nutrisi yang tepat diteruskan ke janin. Para ayah harus menjamin ibu mendapat makanan dan nutrisi yang tepat.
Kementerian Kesehatan Indonesia merekomendasikan makanan sehat yang terdiri dari: 1/3 buah dan sayuran, 1/3 karbohidrat (nasi, kentang, dsb) dan 1/3 protein (daging, ikan, atau sumber protein vegetarian).
Selain itu, orang tua harus mempraktikkan kebersihan dan sanitasi bersih dengan benar, seperti mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum makan dan menyiapkan makanan. Kebersihan pada anak dan orangtua juga dapat mencegah stunting.
Para ahli merekomendasikan pemberian ASI eksklusif selama enam bulan pertama. Para ayah bisa ikut berperan dengan mendukung keputusan istri untuk menyusui dan membantu istri dalam kelancaran proses menyusui. Setelah waktu menyusui selesai dan anak siap disapih, perkenalkan buah dan sayuran ke dalam makanan anak.
Yuk, Cek Solusi Dalam Penanganan Weight Faltering
Bantu Pasien Anak Sembuh dari Stunting!
Kondisi stunting pada anak dialami oleh beberapa pasien tidak mampu di WeCare.id. Salah satunya adalah Asrofil. Karena itu, mereka sangat membutuhkan donasi dan bantuan kita agar bisa berobat, menjadi sembuh, dan menjalani hidupnya kembali. Kamu bisa membantu mereka dengan menyisihkan sedikit dari milikmu untuk kesembuhan mereka! Ayo berbuat baik hari ini!
Donasi Lebih Mudah dari Aplikasi WeCare.id. Download Sekarang!
References:
Concern Worldwide U.S. (2019). Stunting: What it is and what it means.
Myers, K. (2017). What is Stunting and Why Should We Know About It?.
Tanoto, B. (2020). Stunting prevention in Indonesia: Strategy, will and collective effort.
Tanoto Foundation, (2020). What Is Stunting and Why It Matters.
Zainal, E., Nurhidayati, E., & Bahar, N. A. Stunting prevention in Indonesia: Raising awareness at the sub-national level.