Mitos Seputar Epilepsi

Sudah bukan rahasia lagi bahwa orang yang menderita penyakit epilepsi, atau dikenal juga dengan nama penyakit ayan, mengalami perlakuan yang kurang menyenangkan di sebagian masyarakat. Banyak yang menganggap penyakit epilepsi sebagai kutukan atau terkena roh jahat. Namun, semua kepercayaan itu sudah dibantah secara ilmiah. Masyarakat harus mulai diberikan penerangan tentang epilepsi agar penderita epilepsi tidak lagi dianggap sebagai aib untuk keluarga. Epilepsi tidaklah menular, bukan merupakan penyakit mental, dan bukan keterbelakangan mental.

Apa itu Epilepsi?

Epilepsi adalah gangguan neurologis atau sistem syaraf yang menyebabkan orang mengalami kejang berulang. Kejang adalah gangguan singkat aktivitas listrik di otak. Mitos bahwa Epilepsi adalah kutukan atau kerasukan roh jahat adalah karena dalam bahasa Yunani, kata “Epilepsi” berasal dari istilah Yunani “epilambanein”, yang berarti “dikuasai” atau “diliputi kejutan”. Dalam mitologi Yunani, epilepsi dianggap sebagai fenomena supernatural, karena hanya Tuhan yang dapat menjatuhkan seseorang, menyebabkan tubuh meronta-ronta tanpa terkendali selama beberapa waktu dan menyebabkan pemulihan tanpa efek buruk yang nyata.

Apa Penyebab Epilepsi?

Seringkali penyebab epilepsi tidak diketahui. Penyebab yang paling sering menjadi faktor penentu adalah antara lain cedera kepala, infeksi otak, benturan pada kepala, tumor otak, penyakit Alzheimer, dan faktor genetik.

Mitos dan Kesalahpahaman tentang Epilepsi

Mitos dan kesalahpahaman tentang epilepsi yang masih banyak dijumpai di masyarakat Asia Tenggara.

Epilepsi, terlepas dari penyebab langsungnya, sering dianggap sebagai hukuman atas perbuatan jahat atau melanggar tabu tertentu. Mitos dan kesalahpahaman ini sering kali mencegah penderita epilepsi mencari perawatan medis.

Perilaku aneh yang disebabkan oleh beberapa bentuk epilepsi telah menyebabkan kepercayaan umum di pedesaan bahwa epilepsi disebabkan oleh “dikuasai oleh roh”. Di Indonesia sendiri, hasil penelitian dari Peter Conrad mengenai epilepsi di Indonesia yang dipublikasikan di American Anthropological Association tahun 1992 menerangkan bahwa kadang-kadang, terutama di daerah pedesaan, keluarga merasa malu tentang epilepsi. Keluarga yang memiliki anak yang mengalami epilepsi mungkin melihatnya sebagai cacat pada keluarga sehingga berusaha menyembunyikan anak tersebut. Keyakinan  masyarakat tradisional tentang babi gila atau kemasukan roh jahat menunjukkan bahwa kejang-kejang yang dialami oleh orang dengan epilepsi adalah kutukan atau noda dan sesuatu yang harus ditakuti atau setidaknya dihindari. Kepercayaan masyarakat dapat menciptakan ketakutan yang tidak perlu tentang epilepsy, seperti epilepsi berasal dari “roh jahat” atau fenomena supernatural lainnya, sehingga mendorong keluarga untuk menyembunyikan anggota keluarga yang menderita epilepsi.

Beberapa Mitos tentang Epilepsi yang Lazim Ditemukan di Asia Tenggara

  • Mitos: Epilepsi disebabkan oleh kerasukan roh jahat. Orang dengan epilepsi harus dibawa ke dukun untuk dilakukan ritual pengusiran roh jahat.

Fakta: Epilepsi adalah gangguan medis. Sekarang mudah diobati dengan pengobatan modern, jadi pasien harus dibawa ke dokter.

  • Mitos: Jangan pernah menyentuh pasien epilepsi yang mengalami kejang-kejang. Gangguan akan ditularkan kepada Anda.
  • Fakta: Pasien yang mengalami kejang-kejang membutuhkan medis dan harus diberikan perawatan yang tepat. Epilepsi tidak dapat ditularkan kepada orang lain dengan menyentuh pasien.
  • Mitos: Seseorang dengan epilepsi membawa stigma pada keluarga, jadi ini harus disembunyikan.

Fakta: Sayangnya, stigma terhadap penderita epilepsi dan keluarga mereka terus berlanjut dan menjadi lazim. Setiap upaya harus dilakukan untuk menghilangkan stigma ini melalui pendidikan.

  • Mitos: Epilepsi adalah bentuk penyakit kejiwaaan, jadi harus dirawat di rumah sakit jiwa.

Fakta: Epilepsi adalah gangguan pada otak atau neurologis, sehingga harus dirawat oleh dokter ahli saraf atau neurologis.

Jenis kejang pada penderita epilepsi

Kejang dapat terjadi dalam berbagai bentuk, antara lain:

  • Tonik-klonik (Grand Mal) – kejang, kekakuan otot, menghentak.
  • Absensi (Petit Mal) – Tatapan kosong berlangsung hanya beberapa detik, beberapa kali disertai dengan gerakan berkedip atau mengunyah.
  • Parsial kompleks – aktivitas acak ketika orang tersebut tidak berhubungan dengan lingkungannya.
  • Parsial sederhana – Menyentak di satu atau lebih bagian tubuh atau distorsi sensorik yang mungkin atau mungkin tidak jelas bagi orang yang melihatnya.
  • Atonik (Drop Attacks) – Ambruk tiba-tiba dan dapat pulih dalam satu menit.
  • Miloklonik – Hentakan tiba-tiba, singkat, masif yang melibatkan seluruh atau sebagian tubuh.

Cara Menangani Kejang

  • Jangan panik!
  • Catat waktu dan durasi saat kejang dimulai
  • Arahkan orang tersebut menjauh dari bahaya atau jauhkan benda-benda yang dapat membahayakan penderita epilepsi.
  • Jika orang tersebut mengalami kejang-kejang, miringkan tubuhnya dan beri bantal di kepalanya
  • JANGAN memasukkan apapun ke dalam mulut Jangan memasukkan sendok seperti yang banyak dipercayai banyak orang karena dapat menyebabkan tersedak, gusi terluka, dan gigi patah.
  • JANGAN memberikan cairan atau obat
  • JANGAN menahan atau mencoba menghentikan orang yang kejang.
  • Tetap temani orang yang menderita kejang sampai sadar kembali dan mengenali lingkungannya

Sekarang sudah jelas bahwa epilepsi bukanlah kutukan atau penyakit guna-guna ilmu hitam. Penyakit ini berhubungan dengan saraf dan perlu penanganan oleh dokter dan bukan dukun.

Review : dr. Denita

Yuk, konsultasi dokter gratis dengan dokter SEHATI:  http://line.me/ti/p/~@Wecare.id

Sumber:

https://www.who.int/mental_health/neurology/epilepsy/searo_report.pdf?ua=1

https://www.epilepsyresearch.org.uk/wp-content/uploads/2014/04/whatisepilepsy.pdf

https://www.epilepsy.com/sites/core/files/atoms/files/NewToSeizuresAndEpilepsy.pdf